Sondag 18 Oktober 2015

etika governance



 
Etika berasal dari bahasa Latin ethicos. Ethicos ditarik dari kata ethos yang secara harfiah berarti kebiasaan, adat, sifat atau “batas”. Hal yang dimaksud ialah batas gerak agar tidak keluar dari batas tersebut. Dengan perkataan lain, gerak yang dibenarkan ialah di dalam batas dan tidak dibenarkan untuk bergerak di luar batas. Dengan demikian, gerak yang dianggap “baik” adalah di dalam batas atau berarti pula bahwa ada ketentuan, aturan gerak.
Pengertian etika tadi kemudian berkembang menjadi batas perbuatan manusia, yaitu ada ketentuan atau aturan mengenai perbuatan manusia, perbuatan mana yang dipandang “baik” dan wajib dilakukan dan perbuatan mana yang dianggap “buruk” dan harus dicegah. Etika melahirkan norma dan terdiri atas norma-norma perbuatan. Etika adalah ilmu yang normatif. Perbuatan disebut etis jika sesuai dengan norma etika tersebut.
Sehingga, Pengklaisifikasian Etika semakin kompleks, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini. Dalam, ranah dunia profesionalitas, Etika menjadi sangat penting sebagai acuan dalam menggambarkan kepribadian orang tersebut.
Pemerintah sebagai pusat pngelola tata Negara, menjadi bagian yang sangat penting dalam kelangsungan Negara, dan etika mereka pun perlu benar-benar dijaga, baik kualitas, etika dan integritas. Oleh karena itu, Etika Pemerintahan menjadi materi yang menarik untuk dipelajari.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban yang memungkinkan masyarakat dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu, pemerintah diperlukan pada hakikatnya adalah untuk memberikan pelayanan kapada masyarakat.
Pemerintah tidak dibentuk untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya, demi mencapai tujuan bersama. Suatu gejala yang nampak dewasa ini adalah kecenderungan dan pertumbuhan ke arah mensukseskan pembangunan di segala bidang.
Etika pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari perbuatan dan perilaku pemangku negara dikaitkan dengan baik dan buruk, mempelajari perbuatan dan perilaku yang menurut susila dipandang baik. Secara ringkas etika pemerintahan mempelajari perbuatan pamong negeri yang bersusila baik.
Asas-asas Pemerintahan yang Baik
  1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
  1. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki jika seorang pegawai dijatuhi hukuman maka hukuman jabatan itu harus seimbang dengan kelalaiannya. Perlu ditambahkan bahwa kepada pegawai yang bersangkutan harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membela dirinya.
Sebaliknya, hukuman itu dijatuhkan oleh suatu badan Peradilan Administrasi, yang memang ahli di bidang hukum, dan dipandang bersifat tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi, seperti Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kita.
  1. Asas Kesamaan
Asas ini ialah pembuatan ketetapan pemerintah. Asas ini menghendaki agar pemerintah mengambil tindakan atau melakukan perbuatan yang sama jika kasus dan faktanya sama.
  1. Asas Kecermatan
Dengan asas ini dimaksudkan bahwa pemerintah atau pejabat atau perangkat pemerintah harus cermat dalam perbuatan dan tingkah lakunya. Misalnya, Pemerintah Kota sedang memperbaiki jalan. Adalah suatu kewajiban Pemerintah Kota yang bersangkutan untuk memasang rambu-rambu bagi para pemakai jalan tersebut yang memperingatkan mereka bahwa jalan sedang diperbaiki dan harus hati-hati melewatinya. Namun, Pemerintah Kota tidak memasang rambu-rambu tersebut dan terjadi kecelakaan, misalnya sebuah mobil terperosok lubang maka Pemerintah Kota dapat dituntut dan diwajibkan membayar ganti rugi.
  1. Asas Motivasi
Asas ini berarti bahwa pembuatan ketetapan atau keputusan pemerintah harus ada motifnya, harus ada alasan yang cukup. Motivasi ini pun harus adil dan jelas. Motivasi itu perlu agar orang yang menerima ketetapan mengerti benar ketetapannya sendiri dan bagi yang menolak ketetapan dapat mencari dan mengambil alasan untuk naik banding untuk mencari dan memperoleh keadilan.
  1. Asas Larangan Menyalahgunakan Wewenang
Pengertian “detournement de pouvoir” kita batasi dengan pengertian menurut Conseil d’Etat Perancis, yaitu hanya meliputi 3 kelompok ketetapan, terutama di mana pejabat atau perangkat pemerintah mempergunakan wewenang untuk tujuan lain daripada tujuan dalam peraturan perundang-undangan untuk mana wewenang tersebut diberikan kepadanya. Dengan perkataan lain, ini terjadi ketetapan tersebut bisa dibatalkan oleh yang berwenang dan pemerintah wajib menanggung ganti rugi yang timbul karena perbuatannya tersebut.
  1. Asas Permainan yang Jujur
Jujur berarti juga layak, patut dan tulus. Asas ini berarti bahwa pemerintah harus memberikan keleluasaan yang luas kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan. Dengan perkataan lain, menghargai instansi banding, yang merupakan kesempatan bagi warga negara untuk mencari dan memperoleh keadilan jika ia merasa diperlakukan tidak patut.
  1. Asas Keadilan
Ini berarti bahwa pemerintah dilarang bertindak tidak adil dan sewenang-wenang. Ketetapan atau keputusan pemerintah yang tidak adil dan dianggap sewenang-wenang menurut kehendaknya sendiri saja, dapat dibatalkan oleh yang berwenang. Crince le Roy menampilkan contoh tentang seorang wanita bangsa Indonesia yang ingin bertempat tinggal di negara Belanda, dan permohonannya ditolak oleh Menteri yang bersangkutan karena harus berasimilasi. Keputusan Menteri tersebut dibatalkan oleh “Kroon”, yaitu Raja karena Menteri telah bertindak bertentangan dengan asas keadilan dan larangan bertindak menurut kehendaknya sendiri.
  1. Asas Menanggapi Harapan yang Wajar
Crince le Roy memberikan contoh mengenai asas ini, sebagai berikut Seorang pegawai sipil memperoleh izin untuk mempergunakan kendaraannya sendiri untuk keperluan dinas. Setelah beberapa lama ia tidak mendapat tunjangan atau bantuan apa-apa karena peraturan yang ada pada dinas itu tidak memberikan kemungkinan untuk pemberian bantuan demikian. Maka, pemerintah yang bersangkutan menarik kembali keputusannya. Penarikan keputusan ini dibatalkan oleh Dewan Banding Pusat Belanda karena penarikan keputusan dimaksud dipandang tidak menanggapi harapan wajar, singkatnya bertentangan dengan asas memenuhi harapan yang wajar.
  1. Asas Meniadakan Akibat Keputusan yang Dibatalkan
Crince le Roy mempersilakan mempelajari keputusan Central Board of Appeal Belanda tanggal 20-9-1961, hal.71, sebagai berikut: kadang-kadang keputusan pemerintah tentang pemberhentian pegawai tertentu dibatalkan oleh Civil Servant Board, yaitu Majelis Kepegawaian Sipil negara Belanda. Dalam hal demikian maka perangkat pemerintah yang bersangkutan wajib menerima kembali bekerjanya pegawai dimaksud dan selain dari itu harus juga membayar segala kerugian, yang mungkin disebabkan oleh keputusan pemberhentian.
  1. Asas Perlindungan Cara Hidup Pribadi
Way of life atau cara atau pandangan hidup pribadi harus dilindungi. Demikian keinginan asas ini.
  1. Asas Kebijaksanaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, kata “kebijaksanaan” berarti (a) hal bijaksana; kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), (b). pimpinan dan cara bertindak (mengenai pemerintahan, perkumpulan); dan (c). kecakapan bertindak apabila menghadapi orang lain (kesulitan).
Bagi pemerintah, perangkat pemerintah atau pejabat pemerintah, asas kebijaksanaan ini merupakan hal yang pokok karena selain harus diterapkan dalam fungsi pemerintah sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan, yaitu tugas eksekutif menurut Trias politica atau tugas bestuur menurut Van Vollenhoven, asas kebijaksanaan diterapkan pula di dalam penyelenggaraan kepentingan yang belum atau tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
  1. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Pemerintah adalah penyelenggara kepentingan umum. Kepentingan umum tersebut sama dengan kepentingan negara atau masyarakat atau seluruh warga negara atau bangsa atau pemerintah daerah atau nasional.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 menyebutkan bahwa asas-asas Good Government (Pemerintahan Yang Baik) terdiri dari :
  1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
  2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
  3. Asas Kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan kolektif.
  4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  5. Asas Proporsoionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
  6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka syarat pertama adalah mewujudkan Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Untuk itu perlu diletakkan asas-asas umum penyelenggaraan negara supaya bisa tercipta Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kemudian, peran serta Masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi mereka, baik Eksekutif, yudikatif atau pun legislatif supaya tetap berpegang teguh pada Asas-asas Umum Pemerintahan ini.
Ada pun asas-asas tersebut adalah:
  1. Kecepatan dalam menangani masalah atau memutuskan perkara;
  2. obyektifitas dalam menilai kepentingan para fihak yang bersangkutan;
  3. Penilaian yang seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai fihak yang terkait;
  4. Kesamaan dalam memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama;
  5. Keadilan (fair play);
  6. Memberikan pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil;
  7. Larangan untuk menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut;
  8. Tidak mengecewakan kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang diucapkan pejabat atau hakim;
  9. Menjamin kepastian hukum;
  10. Tidak melampaui kewenangan dan/atau menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk tujuan lain dari pada dasar atau sebab kewenangan itu diberikan.

Sumber Etika Pemerintahan
       Dari berbagai penjelasan tentang etika pemerintahan maka dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya sumber etika pemerintahan itu dapat berasal dari peraturan perundangan, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya yang berasal dari kehidupan kemasyarakatan serta berasal dari adat kebiasaan dan yang sejenis dengan itu. Ada yang berpendapat bahwa untuk Pemerintahan Indonesia nilai-nilai keutamaan pemerintahan itu dipahami keberadaannya telah tumbuh sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dimulai sejak jaman perjuangan melawan penjajah Belanda dahulu, jika dirinci nilai-nilai dimaksud antara lain bersumber dari:
                      1.             Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi 1945
                      2.             Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah dan organisasi pemerintahan, hak dan kewajiban serta larangan bagi anggota organisasi pemerintah
3.      Nilai-nilai keagamaan
a.                Nilai-nilai sosial budaya: adat kebiasaan setempat seperti perilaku tentang kepantasan dan  ketidakpantasan serta kesopanan.
b.                Nilai-nilai agama dan sosial budaya merupakan salah satu nilai yang mengikat kehidupan sehari-hari yang terbentuk sebagai akibat adanya hubungan veryikal dan horizontal. hubungan vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang membentuk nilai-nilai agama tertentu. Nilai ini biasanya bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar (harus dilaksanakan). Sedangkan hubungan horizontal atau hubungan antar sesama manusia membentuk apa yang dinamakan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai ini berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat. Dibanding dengan nilai-nilai agama, nilai sosial budaya mungkin jauh lebih adaptif. Nilai sosial budaya yang berlaku dari masyarakat kadangkala mewarnai pola perilaku dari masyarakat yang bersangkutan, terdapat hubungan interaksi antara nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dengan nilai-nilai etika pemerintahan. 
Tujuan Etika Government 
a. . Memudahkan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan public dan untuk berinteraksi dengan jajaran pemerintah. 
            b. Memperbaiki kepekaan dan respon Pemda terhadap kebutuhan warga.
            c. Meningkatkan Efisiensi, efektivitas dan accountability dalam penyelenggaraan  pemerintahan.

Ketika e-government dapat diimpementasikan dengan sempurna, tentunya akan memberikan berbagai manfaat dan perubahan, seperti :

1.      Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat.
2.      Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi)
3.      Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya.
4.      Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
5.      Terjadinya pergeseran dari paradigma birokrasi ke paradigma e-government.

            Hambatan Etika Government
a. Kultur berbagi belum ada. Kultur berbagi (sharring) informasi dan mempermudah urusan belum merasuk di Indonesia.
b. Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja).
            c.Langkanya SDM yang handal. 
            d.Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata
            e.Tempat akses yang terbatas.

Contoh kasus di badan pemerintahan :
1.      Korupsi pajak gayus tambunan
2.      Korupsi penggunaan anggaran dana pengganti defisit melalui program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk RSJ Surakarta oleh tiga pegawai negeri inspektorat jenderal depertemen kesehatan.
Kesimpulan : etika governance tidak bisa berdiri sendir, penegakkannya terjalin erat dengan pelaksanaan penerapan hokum. Itulah sebabnya suatu pemerintah yang bersih dan segala produk kebijakan berawal dari komitmen moral yang kuat dan hanya dapat dinikmati oleh pelayanan kebutuhan dasar masyarakat yang lebih baik.

Daftar Pustaka



Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking