Dinsdag 20 Oktober 2015

etika governance



Etika Governance
Pengertian Etika (Etimologi) berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin yaitu “Mos”, dan dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:  Susila, lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik,  Akhlak yang berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut, Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.

Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau kegiatan yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Karena itu perbuatan pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moral serta budaya baik antara pemerintah dengan rakyat, antara lembaga/pejabat pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut prinsip kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moral sebagai dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi landasan etis bagi pejabat dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan.
Governance sistem adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi :
  • Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
  • Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensial, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
  • Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
  • Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Governance System
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
  • Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
  • Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
c. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
d. Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
  • Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
2. Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.

Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:

  • Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
  • Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
  • Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
3. Mengembangkan struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct. 
5. Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.

Pengaruh etika terhadap budaya
1.Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja.
Contoh kasus :
Para PNS yang masih malas-malasan dalam menjalani tugas. Pernah ada berita tentang pegawai PNS yang masih malas-malasan dalam menjalani tugasnya sehari-hari. Contohnya mereka berangkat kerja siang hari dan pulang kerja sebelum jam pulang kerja, pernah juga ditemui para  pegawai PNS yang berkeliaran di tempat-tempat umum pada jam kerja. Bahkan ketika apel upacara ada pegawai PNS yang tidak menghadiri apel upacara dan datang tidak tepat pada waktunya. 
Perusahaan harus lebih meningkatkan disiplin kerja bagi para pegawainya agar perusahaan tersebut dapat berkembang maju kedepan apabila menggunakan prinsip Good Corporate Governance dan lebih meningkatkan etika-etika yang baik agar tidak melalaikan suatu pekerjaan bahkan melanggar peraturan yang tidak sesuai dengan GCG.
Perusahaan yang melanggar seperti kasus diatas harus ditangani agar tidak melanggar etika dan tidak merugikan pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Seharusnya perusahaan atau instansi tersebut memberikan contoh etika yang baik kepada kalangan masyarakat.

Daftar Pustaka



Sondag 18 Oktober 2015

etika governance



 
Etika berasal dari bahasa Latin ethicos. Ethicos ditarik dari kata ethos yang secara harfiah berarti kebiasaan, adat, sifat atau “batas”. Hal yang dimaksud ialah batas gerak agar tidak keluar dari batas tersebut. Dengan perkataan lain, gerak yang dibenarkan ialah di dalam batas dan tidak dibenarkan untuk bergerak di luar batas. Dengan demikian, gerak yang dianggap “baik” adalah di dalam batas atau berarti pula bahwa ada ketentuan, aturan gerak.
Pengertian etika tadi kemudian berkembang menjadi batas perbuatan manusia, yaitu ada ketentuan atau aturan mengenai perbuatan manusia, perbuatan mana yang dipandang “baik” dan wajib dilakukan dan perbuatan mana yang dianggap “buruk” dan harus dicegah. Etika melahirkan norma dan terdiri atas norma-norma perbuatan. Etika adalah ilmu yang normatif. Perbuatan disebut etis jika sesuai dengan norma etika tersebut.
Sehingga, Pengklaisifikasian Etika semakin kompleks, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini. Dalam, ranah dunia profesionalitas, Etika menjadi sangat penting sebagai acuan dalam menggambarkan kepribadian orang tersebut.
Pemerintah sebagai pusat pngelola tata Negara, menjadi bagian yang sangat penting dalam kelangsungan Negara, dan etika mereka pun perlu benar-benar dijaga, baik kualitas, etika dan integritas. Oleh karena itu, Etika Pemerintahan menjadi materi yang menarik untuk dipelajari.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban yang memungkinkan masyarakat dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu, pemerintah diperlukan pada hakikatnya adalah untuk memberikan pelayanan kapada masyarakat.
Pemerintah tidak dibentuk untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya, demi mencapai tujuan bersama. Suatu gejala yang nampak dewasa ini adalah kecenderungan dan pertumbuhan ke arah mensukseskan pembangunan di segala bidang.
Etika pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari perbuatan dan perilaku pemangku negara dikaitkan dengan baik dan buruk, mempelajari perbuatan dan perilaku yang menurut susila dipandang baik. Secara ringkas etika pemerintahan mempelajari perbuatan pamong negeri yang bersusila baik.
Asas-asas Pemerintahan yang Baik
  1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
  1. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki jika seorang pegawai dijatuhi hukuman maka hukuman jabatan itu harus seimbang dengan kelalaiannya. Perlu ditambahkan bahwa kepada pegawai yang bersangkutan harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membela dirinya.
Sebaliknya, hukuman itu dijatuhkan oleh suatu badan Peradilan Administrasi, yang memang ahli di bidang hukum, dan dipandang bersifat tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi, seperti Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kita.
  1. Asas Kesamaan
Asas ini ialah pembuatan ketetapan pemerintah. Asas ini menghendaki agar pemerintah mengambil tindakan atau melakukan perbuatan yang sama jika kasus dan faktanya sama.
  1. Asas Kecermatan
Dengan asas ini dimaksudkan bahwa pemerintah atau pejabat atau perangkat pemerintah harus cermat dalam perbuatan dan tingkah lakunya. Misalnya, Pemerintah Kota sedang memperbaiki jalan. Adalah suatu kewajiban Pemerintah Kota yang bersangkutan untuk memasang rambu-rambu bagi para pemakai jalan tersebut yang memperingatkan mereka bahwa jalan sedang diperbaiki dan harus hati-hati melewatinya. Namun, Pemerintah Kota tidak memasang rambu-rambu tersebut dan terjadi kecelakaan, misalnya sebuah mobil terperosok lubang maka Pemerintah Kota dapat dituntut dan diwajibkan membayar ganti rugi.
  1. Asas Motivasi
Asas ini berarti bahwa pembuatan ketetapan atau keputusan pemerintah harus ada motifnya, harus ada alasan yang cukup. Motivasi ini pun harus adil dan jelas. Motivasi itu perlu agar orang yang menerima ketetapan mengerti benar ketetapannya sendiri dan bagi yang menolak ketetapan dapat mencari dan mengambil alasan untuk naik banding untuk mencari dan memperoleh keadilan.
  1. Asas Larangan Menyalahgunakan Wewenang
Pengertian “detournement de pouvoir” kita batasi dengan pengertian menurut Conseil d’Etat Perancis, yaitu hanya meliputi 3 kelompok ketetapan, terutama di mana pejabat atau perangkat pemerintah mempergunakan wewenang untuk tujuan lain daripada tujuan dalam peraturan perundang-undangan untuk mana wewenang tersebut diberikan kepadanya. Dengan perkataan lain, ini terjadi ketetapan tersebut bisa dibatalkan oleh yang berwenang dan pemerintah wajib menanggung ganti rugi yang timbul karena perbuatannya tersebut.
  1. Asas Permainan yang Jujur
Jujur berarti juga layak, patut dan tulus. Asas ini berarti bahwa pemerintah harus memberikan keleluasaan yang luas kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan. Dengan perkataan lain, menghargai instansi banding, yang merupakan kesempatan bagi warga negara untuk mencari dan memperoleh keadilan jika ia merasa diperlakukan tidak patut.
  1. Asas Keadilan
Ini berarti bahwa pemerintah dilarang bertindak tidak adil dan sewenang-wenang. Ketetapan atau keputusan pemerintah yang tidak adil dan dianggap sewenang-wenang menurut kehendaknya sendiri saja, dapat dibatalkan oleh yang berwenang. Crince le Roy menampilkan contoh tentang seorang wanita bangsa Indonesia yang ingin bertempat tinggal di negara Belanda, dan permohonannya ditolak oleh Menteri yang bersangkutan karena harus berasimilasi. Keputusan Menteri tersebut dibatalkan oleh “Kroon”, yaitu Raja karena Menteri telah bertindak bertentangan dengan asas keadilan dan larangan bertindak menurut kehendaknya sendiri.
  1. Asas Menanggapi Harapan yang Wajar
Crince le Roy memberikan contoh mengenai asas ini, sebagai berikut Seorang pegawai sipil memperoleh izin untuk mempergunakan kendaraannya sendiri untuk keperluan dinas. Setelah beberapa lama ia tidak mendapat tunjangan atau bantuan apa-apa karena peraturan yang ada pada dinas itu tidak memberikan kemungkinan untuk pemberian bantuan demikian. Maka, pemerintah yang bersangkutan menarik kembali keputusannya. Penarikan keputusan ini dibatalkan oleh Dewan Banding Pusat Belanda karena penarikan keputusan dimaksud dipandang tidak menanggapi harapan wajar, singkatnya bertentangan dengan asas memenuhi harapan yang wajar.
  1. Asas Meniadakan Akibat Keputusan yang Dibatalkan
Crince le Roy mempersilakan mempelajari keputusan Central Board of Appeal Belanda tanggal 20-9-1961, hal.71, sebagai berikut: kadang-kadang keputusan pemerintah tentang pemberhentian pegawai tertentu dibatalkan oleh Civil Servant Board, yaitu Majelis Kepegawaian Sipil negara Belanda. Dalam hal demikian maka perangkat pemerintah yang bersangkutan wajib menerima kembali bekerjanya pegawai dimaksud dan selain dari itu harus juga membayar segala kerugian, yang mungkin disebabkan oleh keputusan pemberhentian.
  1. Asas Perlindungan Cara Hidup Pribadi
Way of life atau cara atau pandangan hidup pribadi harus dilindungi. Demikian keinginan asas ini.
  1. Asas Kebijaksanaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, kata “kebijaksanaan” berarti (a) hal bijaksana; kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), (b). pimpinan dan cara bertindak (mengenai pemerintahan, perkumpulan); dan (c). kecakapan bertindak apabila menghadapi orang lain (kesulitan).
Bagi pemerintah, perangkat pemerintah atau pejabat pemerintah, asas kebijaksanaan ini merupakan hal yang pokok karena selain harus diterapkan dalam fungsi pemerintah sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan, yaitu tugas eksekutif menurut Trias politica atau tugas bestuur menurut Van Vollenhoven, asas kebijaksanaan diterapkan pula di dalam penyelenggaraan kepentingan yang belum atau tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
  1. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Pemerintah adalah penyelenggara kepentingan umum. Kepentingan umum tersebut sama dengan kepentingan negara atau masyarakat atau seluruh warga negara atau bangsa atau pemerintah daerah atau nasional.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 menyebutkan bahwa asas-asas Good Government (Pemerintahan Yang Baik) terdiri dari :
  1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
  2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
  3. Asas Kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan kolektif.
  4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperolah informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
  5. Asas Proporsoionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
  6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mencapai cita-cita mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka syarat pertama adalah mewujudkan Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
Untuk itu perlu diletakkan asas-asas umum penyelenggaraan negara supaya bisa tercipta Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kemudian, peran serta Masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi mereka, baik Eksekutif, yudikatif atau pun legislatif supaya tetap berpegang teguh pada Asas-asas Umum Pemerintahan ini.
Ada pun asas-asas tersebut adalah:
  1. Kecepatan dalam menangani masalah atau memutuskan perkara;
  2. obyektifitas dalam menilai kepentingan para fihak yang bersangkutan;
  3. Penilaian yang seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai fihak yang terkait;
  4. Kesamaan dalam memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama;
  5. Keadilan (fair play);
  6. Memberikan pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil;
  7. Larangan untuk menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut;
  8. Tidak mengecewakan kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang diucapkan pejabat atau hakim;
  9. Menjamin kepastian hukum;
  10. Tidak melampaui kewenangan dan/atau menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk tujuan lain dari pada dasar atau sebab kewenangan itu diberikan.

Sumber Etika Pemerintahan
       Dari berbagai penjelasan tentang etika pemerintahan maka dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya sumber etika pemerintahan itu dapat berasal dari peraturan perundangan, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya yang berasal dari kehidupan kemasyarakatan serta berasal dari adat kebiasaan dan yang sejenis dengan itu. Ada yang berpendapat bahwa untuk Pemerintahan Indonesia nilai-nilai keutamaan pemerintahan itu dipahami keberadaannya telah tumbuh sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dimulai sejak jaman perjuangan melawan penjajah Belanda dahulu, jika dirinci nilai-nilai dimaksud antara lain bersumber dari:
                      1.             Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi 1945
                      2.             Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah dan organisasi pemerintahan, hak dan kewajiban serta larangan bagi anggota organisasi pemerintah
3.      Nilai-nilai keagamaan
a.                Nilai-nilai sosial budaya: adat kebiasaan setempat seperti perilaku tentang kepantasan dan  ketidakpantasan serta kesopanan.
b.                Nilai-nilai agama dan sosial budaya merupakan salah satu nilai yang mengikat kehidupan sehari-hari yang terbentuk sebagai akibat adanya hubungan veryikal dan horizontal. hubungan vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang membentuk nilai-nilai agama tertentu. Nilai ini biasanya bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar (harus dilaksanakan). Sedangkan hubungan horizontal atau hubungan antar sesama manusia membentuk apa yang dinamakan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai ini berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat. Dibanding dengan nilai-nilai agama, nilai sosial budaya mungkin jauh lebih adaptif. Nilai sosial budaya yang berlaku dari masyarakat kadangkala mewarnai pola perilaku dari masyarakat yang bersangkutan, terdapat hubungan interaksi antara nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dengan nilai-nilai etika pemerintahan. 
Tujuan Etika Government 
a. . Memudahkan warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan public dan untuk berinteraksi dengan jajaran pemerintah. 
            b. Memperbaiki kepekaan dan respon Pemda terhadap kebutuhan warga.
            c. Meningkatkan Efisiensi, efektivitas dan accountability dalam penyelenggaraan  pemerintahan.

Ketika e-government dapat diimpementasikan dengan sempurna, tentunya akan memberikan berbagai manfaat dan perubahan, seperti :

1.      Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat.
2.      Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi)
3.      Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya.
4.      Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
5.      Terjadinya pergeseran dari paradigma birokrasi ke paradigma e-government.

            Hambatan Etika Government
a. Kultur berbagi belum ada. Kultur berbagi (sharring) informasi dan mempermudah urusan belum merasuk di Indonesia.
b. Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan (apa saja).
            c.Langkanya SDM yang handal. 
            d.Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata
            e.Tempat akses yang terbatas.

Contoh kasus di badan pemerintahan :
1.      Korupsi pajak gayus tambunan
2.      Korupsi penggunaan anggaran dana pengganti defisit melalui program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk RSJ Surakarta oleh tiga pegawai negeri inspektorat jenderal depertemen kesehatan.
Kesimpulan : etika governance tidak bisa berdiri sendir, penegakkannya terjalin erat dengan pelaksanaan penerapan hokum. Itulah sebabnya suatu pemerintah yang bersih dan segala produk kebijakan berawal dari komitmen moral yang kuat dan hanya dapat dinikmati oleh pelayanan kebutuhan dasar masyarakat yang lebih baik.

Daftar Pustaka