Review 2 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88
STUDI
KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H.
Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK)
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Modal
penyertaan dapat berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, dan
badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan
perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No: 33 Tahun
1998). Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan: ”koperasi yang
menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan
laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi)”. Walaupun
sudah lebih satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini
belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal
penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan
lainnya.
Pada
tahun 2006 pemerintah daerah menyertakan modalnya sebesar Rp. 1 milyar kepada 6
koperasi. Sesuai dengan PP, pelaksanaan modal penyertaan tersebut dilakukan
berdasarkan perjanjian, Surat Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi (SPMPKOP),
yang dilakukan antara pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan keenam
koperasi tersebut.
Proses penyertaan modal dari
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kepada koperasi ini dapat diuraikan
secara sederhana dengan alur proses sebagai berikut:
1.
Adanya Program dari Pemerintah
Provinsi untuk Modal Penyertaan Kepada Koperasi dan Badan Usaha lainnya untuk
Tahun Anggaran.
2.
Pembentukan Tim Fasilitasi
Penyertaan Modal Pemprov untuk Tahun Anggaran.
3.
Sosialisasi Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Kalimantan Selatan ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi dan UKM
Kabupaten/Kota seKalimantan Selatan.
4.
Penyampaian proposal dari Koperasi
ke Dinas masing-masing untuk rekomendasi dan layak untuk diprogramkan ke Pokja
Fasilitasi penyertaan Modal Pemprov yang dibentuk oleh Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Kalimantan Selatan tentunya didukung oleh Dana APBD untuk kegiatan
tersebut.
5.
Dilakukan verifikasi oleh Tim Pokja
ke Koperasi masing-masing Kab/Kota yang mengusulkan untuk mendapatkan program
Modal Penyertaan.
6.
Dilakukan penilaian sekaligus Scoring
oleh tim atas usulan koperasi. Dimaksud untuk diproses lebih lanjut dengan
nilai score yang disepakati oleh tim yang tentunya disesuaikan dengan
dana yang tersedia oleh Pemerintah Daerah untuk program Tahun Anggaran yang
disetujui oleh Dewan (DPRD Prov).
7.
Adanya penetapan oleh tim atas
koperasi-koperasi yang dicalonkan yang tentunya melalui seleksi tadi yang
tentunya layak sesuai kebutuhan dan ketetapan tim.
8.
Kemudian proses penetapan melalui
Perda atas penyertaan modal Pemprov kepada koperasi yang sudah ditetapkan baik
jumlah koperasinya maupun besaran berapa dana yang disertakan kepada
masing-masing koperasi yang bersangkutan.
9.
Jika Perda sudah ditetapkan, baru
tim akan mengusulkan kembali kepada Gubernur Kepala Daerah agar koperasi calon
penerima dibuat SK-nya oleh Gubernur.
10. Koperasi calon penerima dipanggil untuk memberitahukan
keputusan Gubernur tersebut sekaligus untuk membahas Surat Perjanjian Bersama
antara Gubernur dengan Pengurus Koperasi yang bersangkutan, yang didalam memuat
sebagaimana perjanjian masing-masing koperasi.
11. Tim fasilitasi melalui Dinas yang membidangi urusan koperasi
akan menyiapkan proses pencairan dana kepada rekening Bank masingmasing
koperasi melalui Biro Keuangan Setda Provinsi Kalimantan Selatan.
12. Tugas dan kewajiban koperasi penerima modal penyertaan
Pemprov tertuang dalam Surat Perjanjian Modal Penyertaan (SPMP) Koperasi.
13. Koperasi berkewajiban menyampaikan Laporan Perkembangan
setiap bulan ke Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan dan
ditembuskan pula ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi Kab/Kota.
14. Dinas Koperasi merekap laporan dari Koperasi per 3 bulan
(triwulan) untuk dievaluasi dan disampaikan ke Gubernur Kalimantan Selatan dan
ditembuskan ke DPRD. Melihat prospek penyertaan modal dari Pemprov Kalsel
tersebut cukup berhasil, program tersebut dilanjutkan pada tahun 2008, 2009 dan
2010. Pada tahun 2008 Pememerintah Provinsi Kalimantan Selatan menggelontorkan
dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp.4,750 milyar
dan sebanyak Rp. 10 milyar untuk tahun 2009. Dana tersebut tentunya sudah atas
persetujuan DPRD, karena dituangkan melalui Peraturan Daerah.
Pada beberapa sektor, terutama
pertanian dan perkebunan rakyat, yang sangat tidak diminati pemodal dan
kreditor untuk menanamkam modalnya pada koperasi, pemerintah dapat melakukan
pemberdayaan dengan melaksanakan modal penyertaan. Misalnya saja untuk
pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit dan karet alam. Untuk mendirikan
pabrik pengolahan kedua komoditi tersebut membutuhkan dana yang sangat besar,
yang tidak mungkin hanya berasal dari modal internal koperasi.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya pemerintah
untuk memobilisasikan dana untuk membantu koperasi membangun pabrik pengolahan
agar petani yang menjadi anggota koperasi dapat memetik nilai tambah yang
dihasilkan dari pabrik pengolahan tersebut. Mobilisasi dana tersebut bisa dari
sumber tunggal, misalnya dari modal penyertaan, maupun dengan
mengkombinasikannya dengan sumber dana lainnya, seperti kredit, dana bergulir,
dan penjualan efek. Pada tahun 2004 pernah dicoba menggunakan dana bergulir
kemitraan untuk membangun pabrik pengolahan kelapa sawit mini.
Model Kelembagaan Untuk Modal
Penyertaan Pada Koperasi
Penyertaan
modal kepada koperasi memberikan konsekuensi kelembagaan pada koperasi, baik
pada bentuk kelembagaannya maupun pada sistem operasional dan prosedurnya.
Setidaknya ada tiga bentuk kelembagaan sebagai konsekuensi pelaksanaan modal
penyertaan, yaitu: modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha koperasi,
modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi, dan modal penyertaan pada
perseroan milik koperasi. Modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha
koperasi biasanya dilakukan untuk menambah modal pada satu kegiatan usaha
koperasi yang sedang berkembang.
Model kelembagaan pada pelaksanaan modal penyertaan seperti
ini menimbulkan konsekuensi yang paling kompleks kerena dua hal; hak suara dan
hak keuntungan. Modal penyertaan pada model ini tidak mempunyai hak suara (nonvoting
stock), karena hanya anggota yang mempunyai hak suara. Oleh karena itu
pemodal tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat
pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, hal yang menjadi sumber wanprestasi biasanya
dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian modal
penyertaan.
Modal
penyertaan pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada
model ini pengelolaan dan administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh
unit usaha, sehingga pemodal lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya. Namun
demikian pemodal tetap tidak bisa ikut dalam pengelolaan dan pengawasan, karena
dua kegiatan tersebut dilakukan oleh dan atas nama koperasi.
Pemodal dapat mengikuti perkembangannya melalui sistem
pelaporan. Oleh karena itu sistem pelaporan operasional menjadi hal penting
yang harus masuk dalam perjanjian. Model ketiga, yang seharusnya dapat
dieksplorasikan secara maksimal oleh koperasi, adalah modal penyertaan pada
badan usaha atau perseroan milik koperasi. Karena modal penyertaan dilaksanakan
untuk perseroan, yang berlaku adalah peraturan dan undang-undang perseroan
terbatas. Pada model ini, kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan
bersama antara koperasi dan pemodal secara proporsional sesuai dengan besarnya
modal yang disertakan. Oleh karena itu, agar badan usaha tersebut tetap menjadi
milik koperasi, proporsi kepemilikan saham perseroan harus dijaga agar tetap
dominan sehingga tetap penjadi pemilik saham pengendali
NAMA / NPM : Irma Yona Marantika / 23212810
KELAS : 2EB09
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking